KAMAKSI Desak Densus 88 dan BNPT Periksa Tamsil Linrung, Dugaan Jejak Keterkaitan Dengan Terorisme - WARTA GLOBAL BABEL

Mobile Menu

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

Pendaftaran Jurnalis

Klik

More News

logoblog

KAMAKSI Desak Densus 88 dan BNPT Periksa Tamsil Linrung, Dugaan Jejak Keterkaitan Dengan Terorisme

Tuesday, 18 March 2025
Jakarta,WARTAGLOBAL.id - Kaukus Muda Anti Korupsi (KAMAKSI) meminta Badan Nasional Pemberantasan Teroris (BNPT) dan Densus 88 periksa Tamsil Linrung.
Joko Priyoski Ketua Umum DPP KAMAKSI mendengar dari pernyataan La Nyalla Mattalitti di podcast Madilog.

"Kami minta BNPT dan Densus 88 periksa Tamsil Linrung terkait adanya dugaan kegiatan terorisme Tamsil Linrung di Filipina agar kami rakyat Indonesia tidak was-was, masak wakil Ketua DPD RI terlibat dugaan terorisme? Harus dicek secara mendalam informasi tersebut," ucap Aktivis yang akrab disapa Jojo.

Sebelumnya La Nyalla dalam podcast tersebut mengatakan tertangkapnya Tamsil Linrung.
"Yang ditangkap di Filipina itu siapa namanya (Tamsil Linrung),"ungkap La Nyalla membongkar jejak Tamsil Linrung dalam podcast.

Tamsil Linrung adalah seorang politikus Indonesia yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPD RI periode 2024-2029. Namanya pernah dikaitkan dengan beberapa kasus hukum, termasuk dugaan keterkaitan dengan terorisme dan korupsi proyek e-KTP. Berikut adalah penjelasan terkait kasus-kasus tersebut berdasarkan informasi yang tersedia:

*1. Kasus Dugaan Keterkaitan dengan Terorisme*

Latar Belakang: Pada Maret 2002, Tamsil Linrung ditangkap di Filipina bersama dua warga Indonesia lainnya, Agus Dwikarna dan Abdul Jamal Balfas, atas tuduhan memiliki bahan peledak di Bandara Ninoy Aquino, Manila. Penangkapan ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran global terhadap terorisme pasca-serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat.
Kronologi: Tamsil mengaku tuduhan awal berubah-ubah, mulai dari pelanggaran imigrasi hingga kepemilikan bahan peledak. Ia menyatakan bahwa petugas bandara memasukkan sesuatu ke dalam tasnya dan kemudian menuduhnya membawa bahan peledak. Tamsil membantah keras tuduhan tersebut, menyebutnya sebagai fitnah.

*Perkembangan*: 
Ketiganya ditahan di Filipina. Agus Dwikarna akhirnya dijatuhi hukuman 17 tahun penjara karena dianggap terkait dengan jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI), sementara Tamsil dan Abdul Jamal dibebaskan pada Oktober 2002 setelah sekitar 36 hari ditahan.
Tamsil, yang saat itu merupakan anggota Partai Amanat Nasional (PAN), mengklaim penangkapan ini memiliki motif politik dan tidak ada bukti kuat yang mengaitkannya dengan terorisme. Ia kembali ke Indonesia dan melanjutkan karier politiknya, bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada 2004.

*Status*: Tidak ada putusan hukum yang menyatakan Tamsil bersalah dalam kasus terorisme. Ia tidak pernah diadili di Indonesia terkait tuduhan ini, dan kasus tersebut lebih banyak dianggap sebagai kontroversi politik di masa lalu.

*2. Kasus Dugaan Korupsi e-KTP*

*Latar Belakang*
Tamsil Linrung disebut dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) yang merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun dari total anggaran Rp5,9 triliun. Kasus ini menjadi salah satu skandal korupsi terbesar di Indonesia, melibatkan banyak politikus dan pejabat.

*Dugaan keterlibatan Tamsil*:
Saat proyek e-KTP dibahas pada 2009-2011, Tamsil Linrung menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR dari Fraksi PKS. Dalam dakwaan jaksa pada sidang kasus e-KTP pada 9 Maret 2017, namanya disebut sebagai salah satu penerima aliran dana suap.
Menurut dakwaan terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto, Tamsil diduga menerima US$700 ribu dari Direktur PT Cahaya Wijaya Kusuma, Andi Agustinus (Andi Narogong), untuk memuluskan proses penganggaran proyek tersebut. Selain itu, dalam persidangan Setya Novanto (mantan Ketua DPR), disebutkan bahwa Tamsil menerima US$500 ribu melalui keponakan Setya, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
*Proses Hukum*: 
Tamsil diperiksa KPK beberapa kali sebagai saksi, termasuk pada Juli 2017, untuk mengklarifikasi keterlibatannya dalam penganggaran e-KTP. Namun, ia tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka.
Tamsil membantah menerima suap, mengklaim bahwa pembahasan anggaran dilakukan sesuai mekanisme dan tidak ada kejanggalan. Ia juga menyatakan telah menyerahkan dokumen yang diminta penyidik KPK.
*Status*: Hingga Maret 2025, Tamsil tidak pernah dihukum atau dijadikan tersangka dalam kasus e-KTP. Namanya hanya muncul dalam dakwaan dan keterangan saksi, tetapi KPK tidak melanjutkan proses hukum terhadapnya. 

Pada 2025, *Kaukus Muda Anti Korupsi (KAMAKSI)* sempat mendesak KPK untuk mengusut kembali keterlibatannya, namun belum ada tindak lanjut resmi.

*Kesimpulan*
Terorisme: Kasus di Filipina tidak membuktikan Tamsil terlibat dalam aksi terorisme. Ia dibebaskan tanpa dakwaan formal, dan tuduhan tersebut lebih banyak dianggap sebagai insiden politik daripada fakta hukum.

*e-KTP*: Meskipun namanya disebut dalam dakwaan dan dugaan suap, Tamsil tidak pernah diadili atau dinyatakan bersalah. Ia tetap aktif di dunia politik, terpilih sebagai anggota DPD RI pada 2019 dan kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPD RI.

KAMAKSI menyatakan akan terus menyoroti sejumlah kasus antara lain dugaan terorisme dan dugaan korupsi E-KTP yang diduga melibatkan Tamsil Linrung Wakil Ketua DPD RI hingga diusut tuntas secara terang benderang agar tidak menimbulkan kekhawatiran masyarakat karena posisinya sebagai Senator. "Fiat Justitia Ruat Caelum, Hendaklah Keadilan Ditegakkan Sekalipun Langit Akan Runtuh," pungkas Aktivis KAMAKSI.

AR

KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment